Komentar Saya diblog http://wongalus.wordpress.com/hakikat-suwung
sang realitas Says:
1 December 2009 at 00:06
pernyataan atau asumsi secara pandangan umum adalah sah..
namun perlu diingat pemahaman bukan berasal dari kata atau kalimat
segala sesuatu yg masih terindrakan segala sesuatu yg masih bisa di rasakan atau masih bisa untuk di bayangkan
atau di nalarkan itu semua masih katagori fana bukan sejati
atau di nalarkan itu semua masih katagori fana bukan sejati
kesejatian tidak pernah menuntut prasyarat atau persyaratan apapun
seluruh pendapat ataupun argumen itu tetap sah tapi tidak bagi Tuhan
karena Tuhan tidak akan pernah terdefinisikan karena Tuhan sendirilah sumber dari segala sesuatu
karena Tuhan tidak akan pernah terdefinisikan karena Tuhan sendirilah sumber dari segala sesuatu
Tuhan adalah Tuhan itu sendiri diluar dari segala definisi atau argumen
namun karena manusia memerlukan penalaran dlm memahami maka dijadikanlah simbol simbol, atau pendekatan teoritis
yg bisa berupa argumen untuk sebagai jaring yg di jadikan sebagai alat untuk bisa menangkap pemahaman
namun karena manusia memerlukan penalaran dlm memahami maka dijadikanlah simbol simbol, atau pendekatan teoritis
yg bisa berupa argumen untuk sebagai jaring yg di jadikan sebagai alat untuk bisa menangkap pemahaman
pendeknya Tuhan tetap saja berbeda dari seluruh argumen atau pendapat yg sudah pernah ada ataupun yg akan ada demikianlah sejatinya Tuhan. ada tiga konteks kunci untuk membuka seluruh tingkatan alam yaitu : illah, fillah, billah.. silahkan di argumenkan dan dibahas..
wongalus Says:
yth sdr Sang Realitas: Silahkan dibeber tingkatan realitas sebagaimana yang Anda maksudkan. Itu wacana baru bagi saya yang bodoh ini. Terima kasih.
mohon dimaklumi sebelumnya, konteks tersebut bukanlah sebuah penemuan namun sudah ada sebelum asal mula penciptaan (sebelum adanya yg dikatakan jagad suwung/apapun konteks bahasanya), mohon di maklumkan saya tidak bisa lancang untuk menjabarkan semua itu apalagi dikhalayak umum karena saya sudah terikat sumpah dan untuk menjaga dari kesalahan pemahaman serta agar tidak melanggar tatanan yg telah Tuhan kodratkan…
saya akan berbicara yg lain saja, intinya sebagai wacana menuju ketiga hal yg pernah saya kemukakan…
sebelumnya saya ingin bertanya, pernah kita tahu sebelum kita ada?kita ada dimana?sebelum orang tua kita disatukan dalam perkawinan?
setidaknya cukup sedikit saja yg bisa saya berikan sebagai wacana, tapi perlu di ingat kecerdasan akal tidak di perlukan disini tetapi yg patut diperhatikan adalah kesadaran sejati yg di gunakan, terang tidak musti harus terlalu terang sebab kita tidak akan mampu melihat karena akan menjadi gelap mata…
terbuka tidak musti menjadikan kita telanjang yg menjadikan kita tidak berharga
alam ini adalah kendaraan saja, Tuhan telah menciptakan manusia itu sempurna,
untuk mencapai kepada kesempurnaan tersebut kita musti berilmu tentunya bukan ilmu penalaran, dalam hal mencapai ilmu tersebut kita dilarang keras untuk beranggapan
benar apa yg pernah rumi katakan segala bentuk adalah pelanggaran…
terbuka tidak musti menjadikan kita telanjang yg menjadikan kita tidak berharga
alam ini adalah kendaraan saja, Tuhan telah menciptakan manusia itu sempurna,
untuk mencapai kepada kesempurnaan tersebut kita musti berilmu tentunya bukan ilmu penalaran, dalam hal mencapai ilmu tersebut kita dilarang keras untuk beranggapan
benar apa yg pernah rumi katakan segala bentuk adalah pelanggaran…
sekarang coba cerna kalimat ini “ro aithur robbi bir robbi”
tolong coba terjemahkan untuk semuanya… salam.
tolong coba terjemahkan untuk semuanya… salam.
Kangdudung Says:
2 December 2009 at 06:15
2 December 2009 at 06:15
Ass…Sahabat semua, alam suwung, awang-awung, alam kelu, ahadiyat dan bahasa2 lainnya hanyalah sekadar penjabaran dan analisa terhadap realitas yang satu. Yang perlu disadari adalah pejabaran (analisa) apapun dari makhluq tidak dapat menjangkau realitas yang sebenarnya. Realitas sebenarnya (hakekat tanzih, transendental) pengetahuan makhluq tertutup, hanya Tuhan saja yang tahu. Kita hanya bisa mengetahui sejauh hakekat tasybih (imanensi) Tuhan.
Hakekat tanzih dapat di’itibarkan dalam perkataan Nabi Muhammad “Robbi… Hamba tidak mampu memuji-Mu sebagaimana seharusnya Engkau dipuji” atau do’a I’tidal dalam sholat, makanya dalam Al-Qur’an juga untuk menjelaskan hakekat yang sebenarnya, biasanya menggunakan perumpamaan-perumpamaan. terutama tentang Cahaya (An-Nur 35)
Hakekat tanzih dapat di’itibarkan dalam perkataan Nabi Muhammad “Robbi… Hamba tidak mampu memuji-Mu sebagaimana seharusnya Engkau dipuji” atau do’a I’tidal dalam sholat, makanya dalam Al-Qur’an juga untuk menjelaskan hakekat yang sebenarnya, biasanya menggunakan perumpamaan-perumpamaan. terutama tentang Cahaya (An-Nur 35)
Setidaknya demikian hal yang saya maksudkan, pernyataan atau asumsi secara pandangan umum adalah sah..
Namun perlu diingat pemahaman bukan berasal dari kata atau kalimat
segala sesuatu yg masih terindrakan segala sesuatu yg masih bisa di rasakan atau masih bisa untuk di bayangkan atau di nalarkan itu semua masih katagori fana bukan sejati.. semoga di fahami... salam...